Rabu, 26 Februari 2014

Sinopsis Anime : Akachan To Boku Episode 2



Minoru menangis di pelukan Mama Takuya. Mama Takuya meminta Minoru untuk tersenyum. Papa Takuya sedang memfokuskan kameranya ke arah Mama Takuya dan Minoru. Setelah siap, Papa Takuya memanggil Takuya yang sedang bermain sepak bola sendiri. Takuya pun berlari kea rah Papanya.
“Bolehkah aku yang pencet tombolnya?” tanya Takuya.
“Kau yakin? Posisinya sudah sempurna jadi jangan sentuh apapun, oke?” jawab Papa Takuya.
“Percayakan padaku, Papa,” kata Takuya.
Papa Takuya pun berlari ke arah Mama dan Minoru. Ia mencoba menghibur Minoru agar tidak menangis. Setelah semua siap, Takuya pun berlari kea rah Mama dan Papanya. Karena kurang berhati-hati ia pun tersandung oleh bolanya dan terjatuh. Melihat Takuya terjatuh, Minoru pun tertawa. Takuya beranjak dan berpose walaupun wajahnya penuh dengan tanah.

Mama Takuya telah meninggal dunia. Meninggalkan Papa Takuya, Takuya  dan Minoru. Minoru tidak memiliki kenangan dengan Mama Takuya. Takuya pun berpikir bahwa Minoru tidak merasa kesepian. Namun, sesungguhnya ia merasa kasihan pada Minoru. Karena ia adalah kakaknya.
Takuya melihat kea rah Minoru yang sedang asyik menonton TV. Minoru menari-nari menirukan gerakan tari yang ada di TV. “Eh, aku kan tidak tahu apakah Minoru kesepian atau tidak,” kata Takuya dalam hati.
Papa menegur Takuya. Ia meminta Takuya untuk mengantarkan Minoru ke TK pagi itu. Takuya pun berkata bahwa ia baru saja akan pergi. Takuya pun berkata pada Minoru yang masih asyik menari bahwa ia akan mengantarkan Minoru ke TK hari ini.
“Dan satu hal lagi, Papa ada rapat hari ini jadi akan pulang larut malam,” kata Papa Takuya.
“Oh, begitu.”
“Aku minta maaf mengenai makan malamnya, tapi…,” kata Papa Takuya khawatir.
“Tak apa Papa! Aku akan memesan sesuatu,” kata Takuya.

Papa Takuya memeluk Takuya dan mengatakan bahwa Takuya adalah anak laki-laki yang bisa diandalkan. Minoru iri karena hanya Takuya yang dipuji Papa. Papa Takuya pun mengatakan bahwa Minoru juga anak baik. Lalu Takuya menggandeng tangan Minoru untuk segera berangkat ke TK Minoru. Papa Takuya menemukan dompet Takuya yang tertinggal. Tanpa sengaja ia mlihat foto keluarga yang ada di dompet Takuya.
“Takuya! Ini, dompetmu, dompetmu,” panggil Papa Takuya sambil berjalan ke depan pintu dan memberikan dompet Takuya pada Takuya.
“Oh, aku lupa,” kata Takuya. “Aku seharusnya membeli popok Minoru sepulang sekolah.”
Papa Takuya tertawa. “Kau belum pernah membawa dompet sebelumnya, kan?” Takuya dan Minoru pun berpamitan pada Papa Takuya dan berangkat menuju TK.
 Di TK, suasanya begitu ramai. Banyak sekali orangtua yang mengantarkan anaknya. Minoru berlari dengan diikuti Takuya yang takut Minoru terjatuh. Langkah Minoru terhenti. Takuya pun ikut berhenti. Minoru melihat ke arah ibu-ibu yang sedang mengantarkan anaknya. Ia menatap Minoru dan mencoba memahami apa yang dirasakan Minoru.
Di dalam lapangan TK, seorang pria berkostum babi membawa sebuah keranjang berisi permen dan memberikan permen untuk anak-anak. Semua anak-anak pun berlari menghampirinya untuk meminta permen. Ternyata pria berkostum itu adalah Pak Kepala Sekolah.
“Ini adalah hadiah untuk anak-anak yang semangat dan rajin datang ke sekolah,” kata Pak Kepala sekolah sambil membagikan permen pada anak-anak.
Minoru berjalan menuju lapangan. Ia melihat Pak Kepala sekolah sedang membagikan permen. Mata Minoru membulat. Ia pun berlari menuju Pak Kepala Sekolah dengan semangat untuk mendapatkan permen. Pak Kepala Sekolah pun memberikan sebungkus permen untuk Minoru dan Minoru terlihat sangat senang. Pak Kepala Sekolah melihat ke arah Takuya sambil tersenyum. Takuya tersentak. Ia tersenyum lalu memberi salam dan meninggalkan sekolah Minoru.

Di sekolah, Tamadate memamerkan bola basket miliknya yang baru datang dari Amerika dan ia harus memasukkan bola basket itu ke ring. Gon-chan mengambil bola basket Tamadate dan mengatakan bahwa memasukkan bola ke ring itu terdengar keren. Apalagi jika orang dewas melakukan slam dunk ke ring. Dua anak perempuan yang sedang mengobrol pun melihat kea rah Gon-chan dan Tamadate. Fuji kun pun mengatakan bahwa ia pernah melihatnya di majalah kakaknya.
“Di Amerika, sangat mudah sekali mendapatkan sesuatu dan bahkan membeli bola basket sekalipun,” kata Fuji-kun.
“Benarkah?” kata Takuya dengan mata membulat.
“Kalian tahu…Papaku menggunakan komputer setiap waktu, jadi dia membelikannya untukku melalui internet,” kata Tamadate. “Hei, hei, Takuya-kun dan Fuji-kun, kalian mau mampir ke rumahku hari ini?”
“Hah?”
“Untuk menyambut kedatangan bola basket baru ini, ayo kita main basket sama-sama!” ajak Tamadate.
“Itu ide yang bagus,” kata Gon-chan.
Tamadate mengambil bola basket yang dipegang Gon-chan dan mengatakan bahwa ia tak mengajak Gon-chan. Ia pun bertanya pada Takuya apakah ia mau ikut. Takuya berpikir apakah ia ikut atau tidak.

                Takuya membayangkan dirinya sedang bertanding basket. Ia akan melakukan slam dunk dan ia terlihat sangat senang. Bola bergulir ke arahnya dan tiba-tiba bolanya berubah menjadi sekardus popok bayi. “Bola basket ya…”
                Takuya berdiri di dekat palang pintu sambil menunggu kereta yang sedang lewat.  Kereta telah lewat dan Takuya pun berjalan menuju TK Minoru. Sesampainya di TK, ternyata Minoru sedang menangis. Bu Guru Mayumi mengatakan bahwa Takuya datang terlambat dan itu membuat Minoru menangis.
 “Apa? Aku datang terlambat?” tanya Takuya memastikan.
“Kakak…,” kata Minoru sambil memeluk kaki Takuya.
“Benar kan…,” kata Bu Guru Mayumi. “Minoru-chan, apa kamu senang sekarang kakak datang menjemputmu?”
Takuya berkata dalam hati ia bahkan tidak punya waktu untuk bermain basket. Bu Guru Mayumi mengatakan pada Takuya bahwa Minoru mengompol sewaktu tidur siang. Bu Guru Mayumi tahu bahwa Takuya sibuk dan meminta Takuya membawa sprei Minoru ke rumah. Takuya melihat ke arah Minoru. Minoru tersenyum lebar.

Takuya menyuruh Minoru untuk menunggunya sementara ia mengambil sprei-nya. Ia meminta seorang anak untuk menjaga Minoru sebentar. Bu Guru Mayumi mengambil sprei Minoru yang ia letakkan di dalam lemari dan memberikannya pada Takuya.
“Takuya-kun, aku sangat bangga padamu,” kata Bu Guru Mayumi. “Kamu benar-benar merawat Minoru-chan dengan baik dan kurasa itu keren!”
“Nggak juga…,” kata Takuya merendah.
Minoru dengan bermain dengan seorang anak yang Takuya minta untuk menjaga Minoru. Anak itu membuat sebuah menara. Minoru ingin menambah tumbukan di atas menara yang selesai dibuat oleh anak itu, tapi anak itu meminta Minoru untuk tidak menambah tumpukan lagi. Mama anak itu datang menjemput anak itu.
“Kamu telat, benar-benar telat!!” kata anak itu pada Mamanya.
“Oh, tidak! Apa kamu menangis, Masa-kun?” tanya Mama anak itu.
“Aku tidak menangis,” kata anak itu.
Minoru melihat kearah anak itu dan Mamanya. Minoru berdiri sambil melihat ke arah anak itu. Takuya berjalan cepat menuju ke ruang kelas Minoru.Takuya melihat Minoru memukul kepala anak itu sehingga membuat anak itu menangis. Ibu anak itu pun khawatir pada anaknya. Ibu Guru Hitomi datang ke kelas untuk melihat keributan di kelasnya.

“Ada apa?” tanya Bu Guru Hitomi.
“Kenapa juga anak ini?! Ini kesalahan Ibunya!” kata  Ibu anak itu.
Minoru terlihat marah. Sedangkan Ibu anak itu memberitahukan Bu Guru Hitomi apa yang telah dilakukan Minoru. Takuya hanya tertegun melihat apa yang telah terjadi. Ibu anak itu terus menyalahkan Mama Takuya karena kesal. Takuya pun mulai kesal dan membentak Minoru.
“Kakak…,” kata Minoru dengan manja.
“Minta maaf!” bentak Takuya. “Minta maaf sekarang!! Ayo minta maaf!!!”
Minoru menangis sambil memeluk kaki Takuya. “Aku minta maaf…Aku kakaknya,” kata Takuya sambil membungkuk meminta maaf. Dalam hati Takuya menyalahkan Minoru karena Minoru membuat Mama Takuya dijelek-jelekkan oleh orang lain.

Di rumah Takuya mengatakan pada Papanya apa yang telah Minoru lakukan. Takuya merasa ketakutan. Papa Takuya menanyakan pada Takuya apa yang membuat Minoru memukul temannya. Takuya tidak tahu mengapa dan ia engatakan bahwa itu kesalahan Minoru sehingga Ibu anak itu marah dan menjelek-jelekkan Mama Takuya.
“Jadi begitu ya,” kata Papa Takuya.
Minoru terbangun dari tidurnya. Papa menanyakan pada Minoru apa yang terjadi padanya. Minoru melihat ke arah Takuya yang terlihat marah. Takuya memalingkan wajahnya dan membuat Minoru menangis. Papa Takuya menggendong Minoru dan memeluknya untuk menenangkan Minoru.
“Takuya…sudahlah. Maafkan dia,” kata Papa Takuya. “Minoru sudah minta maaf kan?”
“Dia tidak kelihatan menyesal sama sekali!” kata Takuya dengan nada tinggi. “Dia selalu berlagak tidak bersalah ketika hal-hal seperti ini terjadi.”
Minoru melihat Takuya sambil menangis. Ia memeluk Papanya sambil berkata ‘Mama’. Takuya terhenyak mendengar hal itu. Papa menatap Takuya. Takuya terlihat menyesal setelah mendengar Minoru mengatakan Mama.

Di pagi yang cerah, Papa Takuya mengajak Takuya dan Minoru untuk pergi piknik. Ia sudah merencanakannya tapi ia tidak memberitahukan pada Takuya karena ia tidak tahu keadaan cuaca hari ini. Semuanya sudah disiapkan oleh Papa Takuya. Minoru berjalan ke arah kudapan di pinggir meja.
“Iya, aku membeli banyak kudapan!” kata Papa Takuya.
Papa Takuya menyuruh Takuya untuk bersiap-siap. Takuya tersenyum. “Iya,” kata Takuya.
Setelah Papa, Takuya dan Minoru sampai di tujuan, di depan stasiun seorang wanita berdiri menyambut Papa Takuya dengan senyumannya. Papa Takuya pun menyapanya dan membuat Takuya terkejut. Ia melihat ke seorang perempuan yang membawa keranjang dan berjalan kea rah mereka.
“Mereka berdua sungguh mirip Enoki-san!” kata perempuan itu.
“Tentu saja,” kata Papa Takuya. Papa Takuya pun memperkenalkan Takuya bahwa perempuan itu adalah teman kerja Papa Takuya, Otani-san. Papa Takuya mengatakan bahwa Otani-san adalah tamu istimewa mereka hari ini.
“Kamu kakaknya, Takuya-kun kan?” tanya Otani-san memastikan. Otani-san mengatakan pada Takuya untuk menganggapnya sebagai Mamanya untuk hari ini saja. Takuya hanya mengangguk dengan berat, tapi Minoru dengan polosnya memanggil Otani-san dengan sebutan Mama.

Papa Takuya mendekati Otani-san dan mengatakan bahwa Minoru sepertinya menyukai Otani-kun. Otani-san mengatakan pada Papa Takuya bahwa ia sudah sangat akrab dengan keponakannya. Takuya merasa aneh. Ia terlihat tidak senang dengan hal ini.
“Oke, ayo pergi, Takuya-kun!” ajak Otani-san. Takuya mencoba tersenyum sambil melihat ke arah Otani-san yang menggendong Minoru. Ia berjalan sambil menunduk.
Minoru dan Otani-san sedang bermain lempar bola. Dan Minoru terlihat sangat senang. Di kejauhan, Papa Takuya dan Takuya bersantai di dekat sebuah pohon. Papa Takuya tahu ada yang aneh dengan Takuya. “Ada apa, Takuya?” tanya Papa Takuya.
“Heh?”
“Kamu kelihatan tidak senang Otani-san datang bersenang-senang bersama dengan kita,” kata Papa Takuya. “Kamu tidak menyukai Otani-san kan?”
“Bagaimana denganmu Papa? Kamu menyukainya kan?” tanya Takuya.
“Suka? Apa yang kamu bicarakan, Takuya?” tanya Papa Takuya tak mengerti.
Takuya mengatakan pada Papanya bahwa ia tidak butuh Mama sehari. Papa Takuya mencoba menghibur Takuya dengan mengatakan bahwa Minoru terlihat senang dan Otani-san juga berusaha keras untuk membuat Minoru senang. Papa Takuya mengatakan bahwa ia mengerti bagaimana perasaan Takuya, tapi ia ingin Minoru dan Otani-san bermain bersama.

“Papa, bagaimana denganku?” tanya Takuya sedih.
“Hah?”
“Bagaimana dengan perasaanku?” tanya Takuya lagi. “Papa, kau selalu saja mengutamakan perhatianmu pada Minoru. Kenapa aku harus menderita seperti ini? Kenapa harus aku?”
Papa Takuya diam sejenak. Ia lalu berkata bahwa Takuya adalah kakaknya. Takuya mulai merasa kesal. Ia mengatakan bahwa ia tidak mau menjadi kakaknya dan mengatakan bahwa ia membenci Minoru. Tanpa sadar Papa Takuya menampar Takuya.
“Takuya, tabahkan dirimu,” kata Papa Takuya. Takuya terdiam. Papa Takuya meninggalkan Takuya untuk berpikir dan memilih untuk bergabung bersama Otani-san dan Minoru yang sedang bermain.
Takuya duduk sendirian dan memikirkan kata-katanya. Otani-san menanyakan apa yang terjadi pada Takuya pada Papa Takuya. Papa Takuya hanya mengatakan pada Otani-san untuk tidak mengkhawatirkan Takuya.
Hari sudah semakin sore. Papa, Takuya, Minoru dan Otani-san menunggu kereta yang akan membawa mereka pulang. “Yah, terima kasih atas hari ini!” kata Papa Takuya pada Otani-san.
“Oh tidak…Akulah yang seharusnya berterima kasih, Enoki-san,” kata Otani-san. “Aku benar-benar bersenang-senang! Iya kan, Minoru-kun,” lanjut Otani-san sambil menyentuh pipi Minoru.

“Mama…”
“Ayolah, Minoru… Kamu janji kalau kalmu akan bilang dadah…,” kata Papa Takuya pada Minoru.
Otani-san tersenyum. Ia berkata kalau ia harus berusaha keras. “Kalau tidak bersungguh-sungguh, aku tidak akan bisa bersahabat dengan anakku,” kata Otani-san.
Takuya terkejut. Ia tak mengerti apa yang dikatakan Otani-san barusan. “Dia akan segera menikah,” kata Papa Takuya pada Takuya.
“Papamu benar. Tunanganku punya seorang anak seumuran Takuya,” kata Otani-san. “Aku terlalu takut untuk akrab dengannya sebagai seorang Mama.”
Otani-san mengatakan bahwa bertemu dengan Takuya dan Minoru hari ini membuatnya merasa bahwa ia sanggup melakukannya. Takuya terlihat menyesal. Otani-san berkata bahwa ia tidak akan pernah bisa menjadi Mama kandung dan ia tahu bahwa ia salah jika berpikiran bahwa ia bisa jadi Mama untuk anak tirinya nanti. Otani-kun berpikir bahwa ia dan anak tirinya nanti akan saling akur dan cocok.
“Anak yang kehilangan Mamanya dan bagaimana perasaannya, kurasa  aku bisa merawatnya dari jauh, seperti Papamu,” kata Otani-san. Takuya hanya menatap Otani-san tanpa mengatakan apapun.
Otani-san mengucapkan terima kasih pada Takuya dan mengulurkan tangannya. Takuya berkata bahwa ia tidak melakukan apapun dan ia juga terlihat tidak ramah pada Otani-san. Otani-san yang masih mengulurkan tangannya bertanya pada Takuya apakah Takuya ingin membuatnya malu di hadapan semua orang karena Takuya belum membalas uluran tangan Otani-san. Takuya yang sadar dari lamunannya pun meminta maaf lalu membalas uluran tangan Otani-san.

Otani-san masuk ke dalam kereta dan melambaikan tangannya sambil tersenyum. Papa Takuya dan Takuya tersenyum pada Otani-san. Papa Takuya tersadar bahwa Minoru tertidur dalam gendongannya.
“Apa? Benarkah?” tanya Takuya memastikan.
Papa Takuya terdiam. “Takuya, maafkan aku yang memukulmu tadi,” kata Papa Takuya.
“Papa, aku juga minta maaf karena telah berbohong,” kata Takuya. “Ketika aku bilang aku benci Minoru…”
“Aku tahu…,” kata Papa Takuya sambil tersenyum.
Tiba-tiba terdengar suara aneh dari Minoru. “Takuya, apa kamu masih punya popok?” tanya Papa Takuya dengan panik.
“Aku mengganti popoknya tadi dan itu yang terakhir,” jawab Takuya.
Oh…Minoru…Aku harap ia tidak buang air,” kata Papa Takuya. Papa Takuya dan Takuya pun masuk ke dalam gerbong kereta.
Takuya adalah kakak Minoru, dan ia harus banyak sabar atas semua hal yang terjadi. Dan mungkin ia harus banyak bersabar kedepannya.
"Tapi itu tak apa-apa, karena aku adalah kakaknya Minoru..."


Tidak ada komentar:

Posting Komentar