Jumat, 14 Maret 2014

Sinopsis Anime : Akachan To Boku Episode 4

 
Takuya sedang memilah-milah foto keluarga yang akan ia susun di sebuah album foto. Di ruangan sebelah, Minoru sedang asyik menggambar. “Wah, sudah lama aku tidak melihat foto ini,” kata Takuya sambil melihat foto itu. Takuya diam sambil memandangi foto itu sampai ia sadar bahwa suara Minoru tak terdengar. Ia beranjak lalu membuka pintu dan tanpa sengaja Minoru hampir terjatuh.
“Awas jatuh!!” kata Takuya sambil memegangi Minoru. Takuya memeluk Minoru. “Hampir saja…,” kata Takuya lega. Ia pun menggendong Minoru dan meminta Minoru untuk berhenti mencoreti dinding. Ia membawa Minoru bersamanya lalu mendudukkan Minoru disampingnya. Ia meletakkan spidol yang dipakai Minoru menggambar di atas meja.
“Aku sedang menyusun foto-foto ini. Bisakah kamu bersikap baik?” kata Takuya. Minoru mencoba meraih spidolnya tapi Takuya membentaknya. Ia mulai menggerutu karena merasa kesal pada Minoru yang membuat keonaran sepanjang hari.

Takuya menemukan sebuah foto. Takuya baru sadar bahwa itu fotonya bersama ibunya ketika Takuya masih bayi. “Aku belum pernah melihat foto ini sebelumnya. Aku pikir ini fotonya Minoru…,” kata Takuya.
“Mama,” kata Minoru.
“Iya.”
Takuya memandangi foto itu sejenak. Ia merapikan foto-foto lainnya dan meletakkan fotonya bersama Mamanya di sudut meja. Minoru melihat ke arah foto itu. Takuya masih sibuk merapikan foto-foto itu ketika ia mendengar bunyi goresan sebuah spidol. Ia tersentak dan melihat ke arah Minoru. Ia mendapati Minoru yang mencoreti sebuah foto. Itu adalah fotonya bersama Mamanya yang baru saja ia temukan. Takuya marah besar. Ia menampar Minoru dengan keras.
Malam menjelang. Rumah Takuya terlihat gelap. Papa Takuya yang baru saja tiba di depan rumah pun heran. “Aku pulang,” kata Papa Takuya setelah membuka pintu rumahnya. Tak ada jawaban dari Takuya ataupun Minoru. Papa Takuya mengecek ruang tengah. Ia menyalakan lampu ruangan. Ia mendengar suara isakan di ruangan sebelah. Ia pun membuka pintu ruangan itu dan melihat Minoru yang terisak.
“Minoru…,” panggil Papa Takuya. “Kamu kenapa? Dimana kakakmu, Minoru?” tanya Papa Takuya sambil berjalan mendekati Minoru.

Minoru masih terisak. Papa Takuya merasakan ada hal buruk yang terjadi pada Minoru. Minoru melihat ke arah Papanya sambil menangis. Papa Takuya terkejut ketika melihat pipi Minoru yang lebam. Ia pun berlari ke lantai atas menuju kamar Takuya.
“Takuya! Apa yang kamu lakukan pada Minoru?! Dia ‘kan masih balita! Lihat pipinya lebam!!” bentak Papa Takuya.
“Aku ada ujian besok. Jangan ganggu aku,” kata Takuya.
“Aku tidak peduli dengan ujianmu! Takuya! Tatap aku kalau bicara!!!” kata Papa Takuya dengan nada marah.
“Minoru…Minoru nakal!” kata Takuya dengan mata berkaca-kaca. “Lihat apa yang telah ia lakukan pada fotoku dan Mama!” lanjut Takuya sambil menangis. Tangisan Takuya membuat Papanya terhenyak.
Papa Takuya melihat foto yang Minoru coret. Itu adalah foto hasil jepretannya dulu. “Kamu dan Mama yang jadi modelnya. Lihat…bagus ‘kan…,” kata Papa Takuya.
“Sekarang sudah tidak ada bagusnya sama sekali!” kata Takuya dengan nada tinggi. “Aku marah! Benar-benar marah!”

“Aku mengerti…ini bukanlah sesuatu yang patut ditertawakan, tapi…”
“Aku baru saja menemukan foto itu!” kata Takuya.
Minoru berjalan mendekati Takuya. “Kakak…Kakak aku minta maaf…,” kata Minoru sambil terisak. Minoru memegang lengan Takuya namun Takuya melepaskan pegangan tangan Minoru sambil berkata bahwa ia tidak akan pernah memaafkan Minoru. Minoru menangis sambil perlahan-lahan berjalan mundur mendekati Papanya. Takuya beranjak meninggalkan Papanya dan Minoru yang menangis.
Papa Takuya menghela napas. “Sebenarnya ia anak pendiam, namun ia sungguh mengerikan ketika dia benar-benar marah…”
Di kamar, Takuya berpikir bahwa Minoru tidak mengerti berapa senangnya ia ketika menemukan fotonya bersama Mama Takuya. “Sungguh…aku sangat gembira sekali…,” kata Takuya dengan mata yang berkaca-kaca.
Papa Takuya mencari sesuatu di dalam lemari. Papa Takuya meminta Minoru untuk tidak khawatir. Papa Takuya pun menunjukkan sebuah botol pada Minoru. Minoru melihat kea rah Papanya. Papa Takuya pun menuangkan sedikit cairan pembersih pada selembar tisu. “Mamamu biasanya menggunakan larutan ini untuk membersihkan noda. Pasti ini akan membuat hati kakakmu senang kembali…,” kata Papa Takuya.
Minoru melihat ke arah Papa. Papa menyuruh Minoru untuk tenang. Minoru memeluk Papanya. “Hahaha…serahkan pada Papa. Semuanya akan baik-baik saja. Tenanglah…,” kata Papa Takuya sambil membersihkan coretan Minoru. Namun, betapa terkejutnya Papa Takuya setelah melihat hasilnya. Foto itu malah menjadi pudar.
“A…apa yang telah aku lakukan…”
Di TK, Ibu Guru Mayumi menyapa Minoru dengan senyuman yang mengembang. Minoru membalas sapaan Ibu Guru Mayumi. “Minoru tidak terlihat bersemangat hari ini,” kata Bu Guru Mayumi pada Papa Takuya.
“Dia…bertengkar dengan Takuya kemarin,” jelas Papa Takuya. Papa Takuya menyuruh Minoru untuk masuk ke dalam kelas. “Tolong jaga dia ya,” kata Papa Takuya pada Bu Guru Mayumi.
“Pasti. Selamat bekerja dan bersemangatlah!” kata Bu Guru Mayumi.
Di kelas, Bu Guru Mayumi bercerita kepada Bu Guru Hitomi bahwa ia baru saja berbicara dengan papanya Minoru. Bu Guru Mayumi berkata pada Minoru bahwa ia harus tetap bersemangat walaupun ia sedang bertengkar dengan Takuya.
 “Baik…,”kata Minoru.
Bu Guru Hitomi memberi aba-aba untuk anak-anak supaya mereka berkumpul. Besok anak-anak akan tampil di pertunjukan. “Kalian sudah hapal dengan gerakan tarian Nyanko no Nyank-nya kan?” tanya Bu Guru Hitomi.
“Iya!” jawab anak-anak serempak.
“Baiklah! Mari kita semua latihan sekali lagi gerakannya, ya?” perintah Bu Guru Hitomi.
“Iya!!”
Musik pun dimainkan. Semua anak-anak menari mengikuti irama musik. Anak-anak terlihat bersemangat menari kecuali Minoru. Bu Guru Mayumi dan Bu Guru Hitomi pun merasa heran karena gerakan Minoru berbeda dengan anak-anak lainnya.
“Iya, iya, memangnya ada apa dengannya?” tanya Bu Guru Hitomi. Bu Guru Mayumi hanya terdiam.
Di sekolah, Takuya sedang mengerjakan ujiannya. Di sela-sela ujiannya ia berpikir mungkin ia terlalu kasar pada Minoru. Ia menampar pipinya lalu menghela napas.
Gon-chan memanggil-manggil Takuya. Ia meminta bantuan Takuya untuk menjawab pertanyaan ujiannya. “Takuya…Hei, bagaimana cara mengejanya?” bisik Gon-chan. Takuya tak menggubris Gon-chan dan masih terpikir apa yang telah ia lakukan pada Minoru.
“Gotou-kun!”
“Eh?”
“Tolong duduk yang benar kalau sedang ujian!” tegur Pak Guru.
Bel pun berbunyi. Gon-chan bertanya pada Takuya apa yang telah terjadi. Takuya melihat ke arah Gon-chan dan bertanya apa yang akan Gon-chan lakukan kalau Hiro-chan mencoreti foto yang ia senangi bersama Mamanya.
“Aku sering melakukan hal itu,” kata Gon-chan dengan polos. “Aku melakukannya ketika dia menggangguku dan ketika aku marah padanya. Aku mencoreti fotonya dan itu membuatku lega. Kamu harus mencobanya sesekali.”
Takuya terdiam. “Jika saja aku masih memiliki Mama seperti Gon-chan, aku tidak perlu mengumpulkan dan menyimpan album foto…,” kata Takuya.
“Apa ada sesuatu yang mengganggumu?” tanya Gon-chan dengan cemas.
Takuya menggeleng. Ia mencoba menyembunyikan perasaannya. “Aku baik-baik saja,” jawab Takuya sambil tersenyum hambar. Gon-chan hanya memperhatikan Takuya tanpa kata-kata.
Di TK Minoru, Bu Guru Mayumi memberikan selebaran jadwal pertunjukan besok. Takuya mengambil selebaran itu. Bu Guru Mayumi mengatakan pada Takuya bahwa Minoru benar-benar terlihat sedih hari ini. Takuya hanya diam sambil melihat ke selebaran itu.
“Takuya-kun, segera berbaikanlah dengan Minoru-kun,” kata Bu Guru Mayumi.
“Iya…,” kata Takuya.
Minoru mengintip Takuya dari ruang kelasnya. Takuya pun mengajak Minoru dengan nada kesal. Minoru terlihat ketakutan. Ia berlari ke arah Takuya lalu memeluk erat kaki Takuya. “Lepaskan Minoru!” kata Takuya dengan nada tinggi.
Minoru tak ingin melepaskan pelukannya. Bu Guru Mayumi hanya melihat ke arah Minoru sedangkan Takuya merasa keheranan. Takuya berpamitan pada Bu Guru Hitomi lalu beranjak meninggalkan TK Minoru. Ia tak menghiraukan Minoru yang masih memeluk erat kaki Takuya.
“Aku minta maaf. Aku berjanji akan menjemputnya besok,” kata Papa Takuya ketika di rumah. Papa Takuya menuangkan sake ke gelasnya dan mengatakan pada Takuya bahwa tadi siang ia membantu programmer baru untuk mengerjakan pekerjaannya dan membuatnya pulang terlambat.
Takuya terdiam. Sedangkan Minoru sedang asyik makan. “Hei, Minoru! Lakukanlah yang terbaik di acara pertunjukan besok ya!” kata Papa Takuya.
“Iya!” kata Minoru.
Minoru melirik ke arah Takuya. Ia melihat Takuya yang sedang berusaha menikmati makan malamnya. Papa Takuya pun berusaha untuk mencairkan suasana yang kaku itu.
“Papa ingin sekali datang ke acara pertunjukanmu besok, tapi Papa ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan besok,” kata Papa Takuya pada Minoru. Papa Takuya melihat ke arah Takuya. “Takuya-kun, kamu akan menghadiri acara pertunjukannya mewakili Papa, kamu mau kan? Iya kan? Yah, kamu mau kan?” rayu Papa Takuya.
Takuya terdiam. “Hei, Papa, mana fotoku yang kemarin?” tanya Takuya.
Papa Takuya terkejut dan tanpa sengaja menyemburkan sake yang ia minum ke wajah Takuya. “Uh…Takuya, maaf, maaf,” kata papa Takuya sambil membersihkan wajah Takuya.
Minoru sedang mencoba menusuk kroketnya dengan garpu namun terus gagal. “Aduh…,” kata Minoru sambil terus berusaha menusk kroketnya. Tanpa sengaja Minoru menumpahkan sup yang ada di mangkuk Takuya.
“Aduh panas!! Panas sekali!!!” kata Takuya. “Sudah cukup!!” kata Takuya kesal. Takuya marah dan berkata bahwa ia tidak akan datang ke acara pertunjukannya Minoru besok dan tidak akan menjemputnya. Takuya meninggalkan Minoru yang menangis di meja makan.
“Kakak…kakak…”
Papa Takuya menghela napas. Ia mengambil sesuatu dari dalam saku bajunya. Itu adalah foto Takuya bayi dengan sang Mama. “Mama…apa yang harus aku lakukan sekarang?”
Di kamar, Takuya merenung. Sebenarnya ia sudah tidak marah pada Minoru. Sedangkan Minoru menangis semakin kencang di ruang makan.
Pagi menjelang, Papa Takuya berpamitan pada Takuya. “Sekarang kan hari Minggu…Papa akan benar-benar pergi kerja?” tanya Takuya sambil menggosok gigi.
“Sudah kubilang padamu kemarin, kalau aku ada pekerjaan penting yang harus diselesaikan sebelum hari Senin,” jawab Papa Takuya.
“Tapi, hari ini…”
“Kumohon Takuya.”
“Tapi Minoru…”
“Akan aku usahakan agar bisa selesai siang ini dan aku akan menjemputnya,” kata Papa Takuya.
“Aku berangkat,” pamit Minoru dengan wajah sedih.
Papa Takuya membuka pintu. “Aku mengandalkanmu,” kata Papa Takuya. Minoru pun beranjak meninggalkan Takuya dengan wajah sedih. Di perjalanan Papa Takuya berkata pada Minoru untuk tenang. Ia tahu Takuya pasti datang ke pertunjukannya.
Takuya melihat ke selebaran jadwal pertunjukan Minoru. “Pertunjukan Tarian Nyanko no Nyanko oleh anak-anak TK nol kecil pukul 10.05,” baca Takuya. Takuya melirik ke arah jam dinding rumahnya. Waktu menunjukkan pukul 09.30 tepat. Takuya merasa dilemma. Ia terbayang-bayang wajah Minoru yang sedih.
Di TK, Bu Guru Mayumi menyuruh Minoru untuk bersiap-siap. Minoru hanya berdiam diri. Di rumah, Takuya merebahkan diri. Ia bertanya-tanya siapa saja yang akan datang ke pertunjukan itu. Takuya teringat kata-kata Bu Guru Mayumi bahwa Minoru terlihat sedih padahal biasanya ia anak yang paling lincah di antara yang lainnya.
“Aku tidak akan pergi…,” kata Takuya.
Kepala Sekolah memberikan sambutan. Bu Guru Hitomi sedang menyiapkan anak-anak di balik panggung. Bu Guru Mayumi menghampiri Minoru dan bertanya apa dia masih bertengkar dengan Takuya. Minoru diam sejenak. “Apa aku anak baik?” tanya Minoru.
“Tentu saja kamu anak baik,” jawab Bu Guru Mayumi sambil mengusap kepala Minoru. Mata Minoru berkaca-kaca dan akan menangis. Sesaat Minoru teringat akan Takuya lalu ia mengusap matanya untuk tidak menangis.
Takuya melihat ke sebuah foto. Itu fotonya bersama Mamanya ketika acara pentas seni. Ia merasa sangat gembira saat itu. Bayangan Minoru kembali datang. “Minoru…”
Minoru akan tampil. Semua anak terlihat gembira kecuali Minoru. Di samping panggung, Pak Kepala Sekolah yang memakai kostum kucing berniat untuk bergabung. Anak-anak tertarik dan berkerumun ke Pak Kepala Sekolah. Bu Guru Mayumi berusaha untuk menghalangi Pak Kepala Sekolah untuk masuk ke panggung.
“Pak Kepala Sekolah nanti acara kita bisa-bisa gagal total! Ayo kembali ke belakang panggung,” kata Bu Guru Hitomi sambil menarik Pak Kepala Sekolah bersama Bu Guru Mayumi.
“Eh, tapi aku juga ingin ikut menari…,” kata Pak Kepala Sekolah sambil meronta. Namun, Bu Guru Mayumi dan Bu Guru Hitomi terus mencegah.
Takuya berlari menuju TK Minoru. Tarian kelas Minoru pun dimulai. Semua anak menari dengan lincah. Tetapi Minoru hanya diam. Bu Guru Mayumi dan Bu Guru Hitomi merasa khawatir. Di kursi penonton, bebarapa penonton membicarakan Minoru yang tidak menari. Takuya membuka pintu kelas ketika sampai di TK Minoru. Ia melihat Minoru yang hanya diam.
“Minoru…apa yang sedang kamu lakukan?” kata Takuya.
Minoru melihat ke depan. Ia mendapati sosok Takuya yang berdiri melihatnya. Wajah Minoru berubah. Ia tersenyum senang lalu menari-nari tak beraturan. “Kakak…kakak…kakak…”
“Apa yang dia lakukan..?” tanya Takuya dalam hati.
Mata Takuya berkaca-kaca. Minoru terlihat lucu. Takuya tertawa bahagia. Papa Takuya menepuk pundak Takuya. “Bagaimana dengan pekerjaannya?” tanya Takuya.
“Aku minta izin sebentar…Aku masih harus kembali ke kantor dan kemungkinan makan malam nanti dengan kroket lagi…Tidak apa-apa kan?” jawab Papa Takuya.
Takuya tersenyum. Papa Takuya melihat kea rah panggung dan melihat Minoru yang menari sendiri dengan tarian kreasinya sendiri. Takuya menyentuh pundak Papanya dan berkata, “Tingkahnya di panggung itu lucu, benar-benar lucu sekali…”
“Iya…luar biasa,” kata Papa Takuya.
Minoru masih menari-nari sedangkan Takuya dan Papanya hanya melihat tingkah lucu Minoru. Takuya berkata pada Papanya bahwa ia tidak membutuhkan foto yang tercoret itu. Papa Takuya tersenyum. “Aku punya banyak kenangan dengan Mama disini…Di dalam hatiku,” kata Takuya sambil menyentuh dadanya.
Papa Takuya mengangguk. “Kamu tahu…Papa sempat berpikir…”
“Eh?”
“Mungkin Minoru cemburu melihat foto Takuya dan Mama bersama terllihat begitu gembira…,” jelas Papa Takuya.
Ucapan Papa Takuya memberikan pukulan dan menyadarkan Takuya. Dibandingka dengan Takuya, Minoru sama sekali tidak mempunyai banyak kenangan bersama Mamanya. Takuya bertekad untuk memberikan Minoru banyak kenangan indah.

Bersambung ke Sinopsis Anime : Akachan to Boku Episode 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar